My Children My Mood Booster
De, selamat ya bukumu terbit lagi, coba kalau kamu punya banyak waktu luang pasti kamu sudah menjadi penulis terkenal.
De, terima kasih ya sudah menjadi ibu yang hebat, kamu sudah menjadi ibu yang hebat untuk anak-anak.
De, maafkan aku ya selalu merepotkanmu, aku ingin sembuh, aku gak mau sakit lagi.
De, terima kasih sudah sabar merawatku, nanti kalau aku sudah sembuh aku mau menemanimu jalan-jalan kemana saja.
De, kenapa gak jadi ambil S3-mu? Uangnya habis untuk terapiku ya?
De, terima kasih ya sudah rajin memasak, tetapi kalau kamu capek beli aja tidak usah masak lagi biar bisa istirahat.
Suara suamiku itu seolah berbisik di telingaku setiap malam, selalu terngiang. Seringkali malam sudah larut tapi aku belum bisa memejamkan mataku. Terbayang tatapan matanya yang teduh dan semangatnya untuk sembuh.
Lalu rasa bersalah itu menghantam-hantam kepalaku, menyesakkan dadaku.
Aku tidak apa-apa capek mas, aku tidak apa kurus kering, aku tidak apa-apa nggak jadi penulis terkenal, aku gak papa gak sekolah S3. Aku gak papa merawatmu sepanjang waktu, menemanimu berobat sepanjang hidup, aku gak papa… tapi mas jangan pergi.
Jujur, cuplikan Kenangan Tentang Suami dalam buku Pulih ini membuat saya meneteskan air mata. Ya, saya ini mewekan, apalagi kalau baca buku tentang pengalaman para wanita menghadapi cobaan hidup. Ini baru satu cerita, bagaimana ya dengan kisah para survivor lainnya?
Duh, saya makin penasaran dengan buku Pulih. Belakangan saya kecewa karena tidak sempat membeli buku yang sempat mondar-mandir di beranda saya ini.
Tapi saya bersyukur bisa hadir secara daring dalam acara grand launching buku Pulih yang bertepatan dengan Hari Kesehatan Mental Sedunia. Pada Sabtu (17/10) lalu acara Bincang Pulih digelar di Zoom Meeting dan menghadirkan:
- Intan Maria Halim, founder Ruang Pulih,
- Maria Rini I, Sp. Kj, psikiater
- Widyanti Yuliandari, Ketua Umum IIDN
Pulih, Perjalanan Bangkit dari Kesehatan Mental
Rasa penasaran saya tentang proses buku Pulih terjawab setelah mengikuti webinar Bincang Pulih. Mbak Widyanti Yuliandari menjelaskan dengan cukup detail.
Penulisan buku Pulih berawal dari kebiasaan Mbak Wid (yang juga tugasnya sebenarnya) untuk membaca postingan blog dan media sosial teman-temannya. Sampai-sampai beliau ini hafal diluar kepala loh isi blog di lingkaran pertemanannya. Duh, apa kabar blog saya? Jadi malu nih jarang update ^_^
Tulisan adalah jendela jiwa, melalui tulisan yang dibaca tersebut Mbak Wid jadi tahu isi kejiwaan seseorang. Ibu ketua IIDN ini akhirnya menemukan adanya masalah kesehatan mental dengan kadar berbeda pada setiap tulisan yang dibacanya.
Dari pemikiran itulah lahir Pulih, antologi yang harapannya bukan hanya sebuah kumpulan kisah melainkan bisa menjadi tempat belajar dan memberikan benefit yang besar kepada pembacanya. Oleh karena itulah proses pembuatan buku dengan 25 kisah perjalanan untuk pulih dari masalah kesehatan mental cukup panjang, hingga berbulan-bulan,
Mulai dari audisi untuk penulis hingga menghadirkan konselor untuk mendampingi para penulis. Adalah Mbak Intan Maria Halim dan dr. Maria Rini yang terlibat dalam penyusunan buku Pulih ini.
“Saya belajar banyak hal bukan hanya soal teknik penyajian sebuah buku yang memang saya pelajari betul selama berbulan-bulan, khusus untuk dapat menghadirkan buku ini dalam bentuk terbaiknya. Beda banget dengan buku lain yang pernah saya tangani, karena ada proses yang luar biasa dibalik penulisannya.” Ujar mbak Wid menyampaikan antusiasnya.
Menurut saya antologi Pulih memang berbeda dari antologi lain karena temanya unik dan dibutuhkan oleh para wanita (khususnya ibu-ibu).
Pentingnya Perempuan Bergabung dengan Sebuah Komunitas
Jika ditanya, ada berapa komunitas yang saya ikut di dalamnya?
Banyak, ada Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN), Blogger Perempuan, Kumpulan Emak Blogger, Blogger Kodew Malang, Komunitas Blogger Malang Citizen, dan masih banyak lagi. Hampir semua komunitas blogger karena memang sesuai dengan passion saya.
Mengapa saya bergabung dengan banyak komunitas? Tentu saja untuk mendapatkan dukungan dan belajar banyak hal, bukan hanya tentang menulis blog saja. Bukankah manusia itu makhluk sosial? Jadi, sudah sesuai kodratnya lah kalau butuh orang lain untuk mendapatkan perhatian yang tentu saja penting untuk kesehatan jiwa.
“Salah satu support terbesar yang bisa dilakukan perempuan untuk perempuan adalah support dari komunitas untuk mereka para survivor.” Kata Teh Indari Mastuti dalam sambutannya di acara Bincang Pulih.
Saya setuju sekali dengan Teh Iin, daripada curhat nggak jelas di media sosial lebih baik dibicarakan di komunitas saja. Banyak loh teman-teman yang curhat di media sosial (secara terbuka) tapi malah mendapat hujatan karena ada pro dan kontranya.
Apalagi saat ini kondisi sedang sulit, banyak perempuan yang beralih menjadi tulang punggung keluarga. Ada banyak alasan seperti suami yang di PHK atau bisnisnya sedang lumpuh. Semua membutuhkan support dan komunitas adalah ruang yang tepat untuk bangkit dari keterpurukan dan pulih.
Seperti juga kata dr. Maria bahwa peran komunitas sangat penting yaitu berkontribusi untuk mendukung kesehatan mental anggota-anggotanya. Setiap orang berhak atas kesehatan jiwa raga.
Your Trauma Is Not Your Fault, But Healing From It Is Your Responsibility
“Trauma bukanlah kesalahan kita, tapi sembuh dari trauma adalah tanggung jawab kita masing-masing.” Kata Mbak Intan saat menjadi pembicara dalam Bincang Pulih.
Mbak Intan adalah founder ruang pulih yang juga bertugas mendampingi 25 peserta dalam menuliskan kisahnya. Wanita yang menurut saya suaranya selalu terdengar semangat ini berharap buku Pulih dapat memberikan energy yang memvibrasikan sesuatu yang positif. Buku pulih juga bisa menjadi salah satu dukungan terhadap kesehatan mental khususnya perempuan.
Melalui pemaparan materinya, Mbak Intan menjelaskan bahwa:
Menurut WHO, satu dari empat orang di dunia akan mengalami gangguan mental setidaknya selama satu kali dalam fase hidupnya.
Dan tahukah kalian teman-teman bahwa setiap tahun tuh ada sekitar 450 juta orang mengalami gangguan mental dan hampir 1 jutanya melakukan bunuh diri. Kok saya merinding ya?
WHO menyatakan bahwa pada tahun 2030 depresi diperkirakan menjadi penyebab beban nomor satu di dunia.
Serem banget kan ya? Dari beberapa teman saya juga pernah mendapatkan curhatan yang isinya tentang depresi. Bahkan orang terdekat saya pun ada yang stroke dan lumpuh karena depresi. Jadi, mental illness ini tidak bisa disepelekan ya.
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, prelevansi ganguan jiwa berat di Indonesia mencapai 1,7 per mil. Artinya 1-2 orang dari 1000 penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa berat.
Fakta mencengangkan lainnya adalah menurut Dr. Eka Viore SpKJ selaku Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kemenkes RI bahwa kurang dari 10% orang mengalami gangguan jiwa mendapatkan layanan terapi oleh petugas kesehatan.
Pantesan ini ya tidak sedikit wanita yang lumpuh karena stroke bahkan bunuh diri lantaran tidak bisa menanggung masalah atau beban hidup.
Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu pulih?
Nah, Mbak Intan mulai menjelaskannya dengan colour dimana setiap individu punya warna dan warna mewakili jiwa. Nah, melalui buku pulih ini setiap orang menceritakan proses mereka bangkit dengan menceritakan warnanya. Menariknya adalah melalui buku pulih ini tidak hanya satu warna saja yang diceritakan melainkan ada beberapa.
Setiap individu adalah istimewa, kalau dilihat di diagram warna setiap warna itu punya macam-macam kan. Jadi, meskipun ada banyak penyuka warna hijau tapi ya hijaunya pasti berbeda loh.
Nah, sehari sebelum acara berlangsung Mbak Intan memperkenalkan tentang mandala, seni menggambar dan mewarnai yang melatih diri untuk mindfullnes. Jadi saat bermain warna dengan mandala, sebenarnya kita belajar memisahkan keruwetan yang ada, hadir saat ini, dan menikmati keragaman warna dalam kehidupan.
“Penting untuk memisahkan masa lalu, masa kini, dan masa yang akan datang.” Imbuhnya,
Melalui mandala, kita memilih dan menciptakan warna kita sendiri. Menyadari segala trauma bukanlah kesalahan diri tapi usaha untuk pulih adalah tanggung jawab kita.
***
Ada sebuah harapan bahwa akan terlahir antologi lain terkait mental illness. Atau semoga ada tema lain yang tidak sekedar untuk nulis bareng tapi terdapat pembelajarannya disitu, khususnya vibrasi positif.
Karena sesungguhnya kebahagiaan itu menular, sebelum membahagiakan orang lain maka bahagiakan diri sendiri terlebih dahulu.
Salam hangat,
3 Komentar. Leave new
cerita yang mengharukan ya saat seseorang mendampingi pasangannya saat sakit dan tetap setia
Aku ikut hadir waktu launching buku ini di Zoom. Menyenangkan mendengarkan dr Maria menceritakan bagaimana pendampingannya bersama para penulis antologi Pulih ini.
Cerita yang cukup dalem. Salut, bangga dan iri. Pulih, bagaikan mandala. Semua yang ada dalam hidup kita, kitalah yang mewarnainya. Semuanya tergantung kepada Kita ingin memberinya warna apa