Berdasarkan KKBI, mudik artinya kembali ke kampung halaman. Nah, karena nggak pernah menetap di luar kota dalam jangka waktu yang lama saya nggak pernah merasakan mudik donk. Mudik adalah hal yang saya inginkan sejak sebelum menikah. Saat kuliah di Universitas Negeri Malang saya sering iri melihat teman-teman yang mudik ke kampung halamannya. Teman kuliah saya rata-rata mahasiswa luar kota, mulai dari Blitar, Lumajang, Madura, Kediri, dan lainnya. Makanya setiap libur semester atau lebaran mereka mudik.
Tak jarang mereka membawakan saya oleh-oleh dari kampung halamannya. Camilan yang paling saya suka adalah rengginang lorjuk dan kacang otok (kacang tunggak) rasa pedas manis khas madura. Biasanya kami makan bersama-sama di kamar kos mereka sambil mager, hehehe.
Coba saya bisa kuliah di luar Kota Malang ya pasti bisa merasakan mudik ^_^. Sayangnya bapak enggak mau melepas, padahal saya sudah diterima di Universitas Negeri Jember. Kata bapak lha wong Malang ini kota pendidikan kenapa harus kuliah diluar kota? Hahaha. Ada benarnya juga sih.
Ingin Menikah dengan Lelaki Luar Kota
Lalu, saya putuskan untuk menikah dengan lelaki luar kota saja agar bisa merasakah mudik. Beberapa kali saya kenal dengan orang luar kota tapi belum berjodoh. Nah, setelah menikah barulah ibu berkata jika beliau khawatir kalau saya nanti menikah dengan lelaki luar kota.
Kenapa?
Takutnya ibu kangen dan saya enggak bisa pulang dengan segera. Halah… ibu bisa-bisa aja deh ^_^. Ya, soalnya saya emang enggak pernah pisah dengan ibu sih ya.
Tapi, jika Allah berkehendak apa saja bisa terjadi. Sekarang sedang terjadi pandemi virus corona sehingga saya juga nggak bisa sering-sering pulang. Bukan mudik yang memisahkan saya dengan ibu dalam waktu agak lama (biasanya seminggu sekali saya ke rumah ibu, saat ini hampir dua bulan) tapi penyakit Covid-19.
Ya, soalnya kan pemerintah mengimbau agar kami berdiam diri di rumah untuk mencegah penyebaran virus corona. Sebagai warga negara yang baiks saya pun mematuhi imbauan tersebut. Berharap wabah ini segera berakhir dan kondisi segera normal kembali. Amiin.
Mudik, Yes or No
Sejak menikah saya tinggal bersama suami di rumah mertua. Jarak tempat tinggal saya dengan rumah ibu sekitar satu jam perjalanan. Saya di Wajak, Kabupaten Malang sedangkan ibu ada di Kota Malang.
Lalu, apakah ini bisa disebut “mudik”?
Bisa saja sih ya istilah mudik saya gunakan yaitu kembali ke kampung halaman. Malah saya bersyukur bisa mudik hanya dalam satu jam perjalanan saja, hehehe. Enggak terlalu lelah di jalan kan?
Nah, lebaran tahun 2020 ini pemerintah mengeluarkan larangan mudik untuk daerah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Malang Raya termasuk dalam kota yang ada dalam daftar daerah PSBB yang diterapkan sejak Minggu, 17 Mei 2020.
Sebelum PSBB tuh ya masih banyak penjual takjil di Wajak. Berjubel gitu seperti enggak terjadi apa-apa dan orang-orang santuy enggak ada yang takut corona. Huft… Saya sih bersyukur di Wajak hanya dua orang yang positif tapi ya enggak banget kalau harus ikut-ikutan berjubel di pasar takjil.
Setelah PSBB diberlakukan enggak ada lagi pasar Ramadan dan jalanan lebih lengang. Semoga enggak cuma awal-awal saja ya karena pelanggar tidak akan dikurung penjara maupun denda. Pelanggar hanya akan disanksi administrasi kependudukan sampai pencabutan izin usaha. Jadi enggak heran kalau masih ada saja masyarakat yang keluyuran atau nongkrong di jalan walau tidak berkepentingan.
Jadi, saya mudik atau tidak nih lebaran tahun ini?
Kayaknya saya tetap mudik ke rumah ibu walau hanya sehari atau dua hari saja. Toh saya tidak keluar kota jadi enggak terlalu beresiko yang penting tetap mengikuti protokol kesehatan dengan rajin mencuci tangan dan menggunakan masker saat keluar rumah. Sebenarnya ada corona atau tidak bagi saya sama saja ^_^ tetap bisa mudik, alhamdulillah.
Kalau teman-teman, bagaimana? Kalian pilih mudik atau enggak? Yu, share!
Salam,