Hayo … siapa yang suka cekrek upload saat melihat tempat yang instagramable? Dan tahukah kalian sejarah kamera itu seperti apa?
Kayaknya sih mayoritas kaum hawa deh, wkwkwk. Ngelesnya sih untuk mengabadikan setiap moment terbaik dengan berfoto. Ketika menemui hal unik atau langka secara spontan saya akan membuka kamera smartphone untuk mengambil foto. Tidak ketinggalan juga ketika sedang melakukan perjalanan, wisata kuliner, ataupun bertemu orang tersayang maupun orang terkanal, foto yuk!
Ada yang kayak saya?
Ingatan saya pun melompat ke puluhan tahun silam. Ketika swafoto belum dapat dinikmati banyak orang. Iya, dulu tuh nggak bisa selfi kayak sekarang. Coba aja selfi kalau gak mukanya keliatan separoh doang, wkwkwkw.
Bahkan hanya kalangan tertentu yang bisa memiliki foto album. Zaman dulu, banyak orang yang tidak mempunyai foto untuk diceritakan pada anak cucu. Kamera manual mahal cuyy! Belum lagi harus cetak foto yang bisa diambil seminggu kemudian di gerai.
Dahulu teknologi untuk mengambil gambar atau foto masih sangat terbatas. Pengoperasiannya pun masih manual dengan hasil foto yang harus melalui tahap yang cukup rumit. Lain lagi dengan teknologi saat ini yang sudah canggih. Setiap orang dapat mengambil dan mencetak sendiri hasil jepretannya.
Sejarah Kamera
Apakah kalian sudah tahu, seperti apakah kamera pertama kali hadir?
Camera Obscura dan Sejarah Pencetak Foto Pertama

doc. https://widewalls.ch/magazine/making-camera-obscura-history-vermeer
Sejarah foto pertama dibuat oleh Joseph Nicephore Niepce, orang Prancis pada tahun 1826. Pada masa itu, kamera yang digunakan bernama camera obscura (obscura bermakna ruang gelap). Bentuk kamera ini memang sebuah kotak yang memiliki lubang kecil di satu sisi sebagai tempat lensa.
Pada mulanya, kamera obscura tidak dilengkapi dengan fitur untuk dapat mencetak foto. Hal ini disebabkan hasil foto hanya dapat dilihat dalam ruang gelap. Cara menikmati foto ini adalah hasil gambar akan dipantulkan ke sebuah objek datar.
Kemudian oleh fisikawan bernama Hasan Ibn al-Haytam ditambahkan fitur untuk mencetak foto dari camera obscura. Fitur tambahan ini menggunakan kertas kalkir yang ditambahkan ke bagian lensa kamera. Dengan menggunakan kertas kalkir dan sedikit seni pantulan cahaya dan lensa dalam dunia fisika, foto dapat dicetak.
Fotografer akan mencetak foto di kertas yang terkena pantulan foto dalam bentuk cahaya dari lensa. Sangat tepat, hasil percetakan dari camera obscura adalah bukan foto melainkan hasil gambaran tangan dari fotografer.
Camera Daguerretypy

dok. https://foto.tempo.co/read/20041/175-tahun-kamera-daguerreotype-cikal-bakal-fotografi
Pada tahun 1838, Louis Jacques Mande Daguerre dan Nicophore Niepce merancang kamera daguerretypy, hasil pengembangan dari obscura. Bagaimana mencetak fotonya? Yaitu dengan aspal pada plat tembaga dan minyak lavender yang eksposurnya lebih panjang.
Hasil cetak foto terbuat dari Alloy, yakni logam campuran antara mercury dan perak. Mercury tersebut dipanaskan dalam air raksa hingga menghasilkan uap mercury. Uap inilah yang digunakan untuk mengembangkan pelat tembaga dengan lapisan perak yang tipis. Kemudian digulung di dalam kontak kamera yang sudah disensitifkan terhadap cahaya dengan uap yodium.
Tapi ada kekurangannya, yaitu gambar yang dihasilkan seperti kaca dan sangat mudah terhapus atau teroksidasi oleh udara. Hasil gambarnya pun masih hitam-putih.
Camera Collodion
Sejarah kamera selanjutnya adalah penemuan fitur mencetak foto oleh Fredrick Scott dan Gustave Le Gary dengan menggunakan kamera obscura. Proses pencetakan foto ini adalah dengan mencampurkan larutan iodide (Nal) dengan larutan collodion (selulosanitrat), lalu melapisi piringan kaca dengan campuran tersebut.
Piringan kaca tersebut direndam dengan perak nitrat untuk membentuk lodida perak. Ketika lodida perak digunakan di kamera, piringan kaca masih dalam keadaan basah. Selanjutnya percetakan dimulai dengan cara menyorot objek foto.
Proses pencetekan seperti demikian disebut collodion, sehingga pengembangan pada kamera obscura ini dinamakan kamera collodion. Meskipun sudah lebih mudah dalam mencetak foto, namun hasilnya masih monokrom.
Foto Berwarna Louis Ducos
Masih dari Negara Prancis, fotografer Lois Arthur Ducos du Hauron berhasil membuat camera yang memungkinkan untuk menangkap warna lebih banyak. Sehingga lahirlah slogan “fotolah seindah warna aslinya”. Slogan ini bermaksud bahwa dunia yang penuh warna ini sangat sayang jika hanya diabadikan di atas oleh warna hitam dan putih.
Penemuan Ducos pada tahun 1870 diilhaminya dari ilmu pengetahuan tentang warna yang dikemukakan oleh John Isaac Newton dan James Clark Maxwell. Ducos mengembangkan foto berwarna dengan memisahkan warna hitam dan putih melalui filter warna merah, hijau, dan biru untuk memisahakan Red-GreenBlue (RGB) pada gambar.
Ketiga warna baru itu dipisahkan masing-masing menggunakan pigamen cyan untuk warna merah, pigamen magenta untuk warna hijau, dan pigamen kuning untuk warna biru. Rekaman foto yang berada di pigamen-pigamen tersebut dipindahkan ke kerta ssecara bertahap dan tersusun sehingga menghasilkan cetakan foto yang penuh warna.
Tapi ya gitu deh, kalau motret hanya bisa sekali jepret aja. Pasalnya kamera zaman dulu enggak bisa diedit seperti sekarang. Sekali cekrek langsung terekam jadi harus hati-hati sekali, enggak bisa diralat. Klise yang digunakan di dalam kamera juga terbatas.
Foto dan Cetak Foto Zaman Now? Gampang!
Dewasa ini siapapun dapat mengambil gambar dengan mudah. Setiap orang kini sudah memiliki telepon genggam yang dilengkapi dengan fitur kamera. Selain itu, produk kamera pun sudah beragam jenis sesuai dengan keinginan konsumen.
Kalau ingin mencetak foto, tinggal transfer saja file foto ke komputer dan siap untuk dicetak. Bahkan, beberapa produk kamera memasang fitur yang memungkinkan sekali jepret langsung cetak.
Kesimpulan
Dibalik kemudahan teknologi tersebut ada dampak negatifnya juga loh. Sekarang tuh orang (termasuk saya) jadi kurang berhati-hati saat memotret. Lha wong kalau salah bisa dihapus kok, kalau miring bisa diedit dengan aplikasi, muka mengkilap bisa bersinar dengan fitur kamera canggih.
Beda dengan zaman dulu yang kalau mau foto harus pakai bedak dulu biar kinclong. Enggak bisa tergesa-gesa juga agar hasil fotonya bisa pas dalam bingkai saat membidiknya. Dan cetak foto zaman dulu tuh harus nunggu sekitar satu minggu, bikin deg-degan sama hasilnya.
Apapun itu, kita patut bersyukur dengan kondisi yang ada saat ini. Kemajuan zaman dan teknologi perlu juga dibarengi dengan ilmu yang mumpuni. Agar bisa tetap waspada meskipun ahli menggunakan berbagai macam aplikasi. Misalnya dengan lebih berhati-hati saat membagikan foto kita di dunia maya, jangan sampai disalahgunakan orang-orang tidak bertanggung jawab.
Semoga tulisan tentang sejarah kamera ini bermanfaat ^_^
Referensi:
http://ikut-belajar.blogspot.com/