Alhamdulillah dapat ilmu yang “daging” banget, dari komunitas Mommy Stories (22/2). Gak nyangka bisa ikut bergabung dengan sharing secara daring (dalam jaringan) yang diadakan oleh Mommy Stories (MS). Awalnya lihat iklan ini dari Ibu Noor Ruli. Kok jadi penasaran dengan judulnya, “Sudahkah Kita Membaca Bersama Anak Kita?” Dalam hati saya menjawab, “kadang-kadang aja saya membaca bersama anak-anak”.
Tanpa ba bi bu, langsung aja saya ikut bergabung. Daan… Bagaikan mendapat durian runtuh, sharing yang sangat singkat itu, hanya satu setengah jam, memberikan banyak ilmu tentang pentingnya membaca bersama anak.
Dimoderatori oleh mbak Vanda Yulianti, selaku Founder MS, dan menghadirkan Ibu Lestia Primayanti, Kepala Sekolah Kembang Jakarta, sekolah khusus usia dini, sebagai narasumber.
Ternyata ini kali pertama komunitas MS menyelenggarakan sharing diskusi di grup. Komunitas yang berdiri sejak 2013 ini merupakan komunitas yang ingin memberian sosialisasi tentang interaksi komunikasi antara orangtua dan anak melalui cerita dan kegiatan kreatif.
Di sharing perdana ini, MS ingin menggali potensi dan daya baca atau literasi para orangtua dan guru, agar potensi baik ini bisa diturunkan pada anak-anak. Untuk itu MS mengundang Ibu Lestia Primayanti, Kepala Sekolah Kembang sebagai narasumber yang dipercaya memiliki pengalaman tentang bagaimana membawa literasi ke dalam lingkungan kita sehari-hari.
Ibu Lestia memiliki pengalaman mengajar selama 10 tahun dan 3 tahun sebagai Kepala Sekolah. WOW ya, pantesan udah pengalaman banget?
Ternyata nih, Ibu Tia tidak hanya berpangku tangan dan duduk diam mengawasi bawahannya tapi juga ikut mengembangkan sekolah untuk jadi sekolah yang ramah anak dan mengajak komunitas sekolah menjadi komunitas belajar. Minat utama beliau di pendidikan literasi, berpikir kritis dan anak berbakat/cerdas istimewa. Hehm, komplit!
Teman-teman pernah ikutan sharing? Biasanya pas kelas dibuka kan banyak yang memperkenalkan diri (meskipun tidak diminta, hehehe) atau bahkan bertanya sebelum dipersilahkan. Nah, dalam kegiatan sharing kali ini moderator mengajukan beberapa aturan demi kenyamanan bersama, antara lain:
- 30 menit pertama diisi paparan dari narasumber. Tidak boleh ada yg menginterupsi.
- Setelah narasumber menyampaikan materi, dibuka kesempatan untuk tiga orang penanya pertama.
- Jika waktu masih tersedia, akan dibuka sesi pertanyaan kedua. Jika tidak bisa dikirimkan pertanyaan ke email: mommiestories@yahoo.com yang akan diforward oleh tim MS ke narasumber yang bersangkutan.
Ibu Lestia Primayanti tampak sangat ramah, beliau juga ingin dipanggil “Tia” saja untuk mencairkan suasana. Malam itu di kami sharing tentang ketrampilan literasi dan bagaimana keluarga berperan dalam ketrampilan literasi anak.
Ibu Tia mengungkapkan saat mengumpulkan referensi untuk sharing, beliau menemukan beberapa data yang menarik.
Menurut riset UNESCO tahun 2012, hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yangg membaca buku
What? Hanya 1 dari 1000? Yang 999 kemana? Pikir saya, kalau gak nonton india di Anteve, palingan baca sosmed. Heheh,
Menurut riset UNESCO tahun 2014, rata rata anak membaca 24 halaman buku tiap tahun (catet: SAATUU TAHUUN, kebangetan deh ini)
Tidak heran bila literasi Indonesia, menurut riset Central Connecticut State University 2016, berada di tingkat kedua terbawah dari 61 negara, hanya satu tingkat di atas Botswana.
Ironinya lagi, di saat yang sama Indonesia berada di urutan teratas dalam penggunaan internet dan media sosial. Jangan heran bila berita sampah, berita bohong (hoax), dan berita palsu (fake news) tumbuh subur di masyarakat kita.
Lantas, apakah itu berita buruk? Tidak juga. Kita termasuk negara yg paling cerewet ngetweet dan aktif bermedia sosial. Agak ironis ya? Sebagai orang tua, kita tumbuh besar di era industri dengan persekolahan yg dirancang untuk memenuhi kebutuhan di era industri. Sementara anak-anak kita besar di era informasi, yang tentu saja punya kebutuhan berbeda dari “jaman” kita.
Terdapat 4 ketrampilan utama yang harus dikuasai anak-anak yaitu kemampuan mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Keempatnya berkaitan erat dengan kemampuan literasi. Terus, apa sih literasi itu?
Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis. Tapi kemampuan literasi ini tidak serta merta ada saat anak lahir. Guru dan orang tua harus bisa menumbuhkan kemampuan membaca dan menulis pada anak-anak. Sebenarnya makna literasi lebih luas dari sekedar bisa baca tulis. Orang yg literate punya kemampuan untuk menggunakan kemampuan membaca dan menulis dalam konteks sosial yang tepat. Itu sebabnya kita mengenal istilah media literacy, computer literacy, atau citizenship literacy.
Jika literasi itu penting, dari mana kita memulai? Apakah dengan mengajari anak membaca dan menulis sedini mungkin?Mungkin teman-teman ingin membaca? Tingkatkan Minat Baca Siswa Melalui Mading
Sebenarnya membaca dan menulis adalah kemampuan berbahasa yang tumbuh setelah kemampuan mendengar dan berbicara. Saya masih ingat saat si sulung masih bayi dan sering terbangun saat malam, kemudian suami saya dengan senang hati mengajaknya ngorol (jawanya=ngudang). Barusan saya tahu jika ternyata saat itu adalah awal mula bayi saya belajar berkomunikasi dan peran ayah ibunya sangat diperlukan untuk menumbuhkan literasi.
Untuk pandai berkomunikasi anak harus dapat menyampaikan perasaannya, pikirannya dan pendapatnya, tentu saja lewat kata-kata. Semakin banyak ayah dan ibu berbicara dengan anak, makin banyak pula kosa katanya. Ini hanya salah satu contoh bahwa banyak hal mendasar yg harus dikuasai sebelum anak bisa membaca dan menulis. Selain itu, perhatikan juga apakah anak merasa bahwa kegiatan membaca berguna bagi dirinya.
Saat ini si sulung sudah berada di taman kanak-kanak (TK). Perkembangan bahasanya juga cukup pesat. Kemampuan membacanya lumayan lancar, padahal saya tidak pernah mengajarinya untuk membaca buku, saya lebih suka mengajaknya melihat-lihat isi buku sembari menceritakan isinya. Sedangkan sang ayah tak pernah lelah mengajaknya bercakap-cakap sepanjang hari. Dan benar saja, hasil tak pernah menghianati usaha.
Banyak orang tua yang mungkin sudah sadar tentang peran penting keluarga dalam menumbuhkan dan membudayakan kemampuan literasi pada anak. Menurut Ibu Tia, sebenarnya ada hal-hal praktis yang bisa kita lakukan di rumah untuk membudayakan kegiatan membaca bersama anak.
- Menyediakan berbagai jenis buku di rumah yang mudah diakses anggota keluarga.
- Menjadikan membaca sebagai salah satu kegiatan yang hangat dan akrab antara anak dan orang tua, berapapun usia anak.
- Membiasakan membaca untuk memenuhi rasa ingin tahu anak, baik mengenai pertanyaan maupun hal-hal yang ia minati.
- Membiasakan anak melihat orang tua membaca.
- Membiasakan sharing tentang apa saja di dalam keluarga.
Lalu, apakah literasi saja sudah cukup?
Belum, masih dibutuhkan literasi kritis yang akan saya bahas pada postingan selanjutnya.
Ceritanya… sharingnya belum selesai nih… Hehehe
8 Komentar. Leave new
kalau anak saya, malah sukanya nonton di youtub itu lo mbak, lagu anak sholeh, sholawat nabawiyah terus Al banjari gitu. ini gmn?
Alhamdulillah kalau yg ditonton yg bagus ya mas kholil, tapi menurut saya alangkah baiknya jika pelan-pelan diarahkan ke buku bacaan, memang sulit, tapi dg niat kuat pasti bisa. Tidak ada salahnya menonton video edukasi, tapi kayaknya gak bisa dua arah deh ya?
aku jadi pengen punya anak setelah baca ini #eh haahahaha
wkwkwkwk… cari suami dulu say
mbak sekalian carikan saya jodoh ya wkwkkw
Eh nyambung tuh sama komentnya @foodyFloody
Membaca perlu dipupuk sedini mungkin
Kalau ponakan saya udah biasa dibacakan buku sedari dia batita. Karena gaji saya gak banyak, cari buku bacaannya yg terjangkau ajah. Carinya lewat priceza.co.id. Cek harga dulu, baru beli :p
Ponakan saya sekarang sukaaaa sekali bolak balik buku bacaan walau dia belum bisa membaca. Akhirnya jadi kebiasaan rutin deh baca buku bersama 🙂
Ditunggu kelanjutan ceritanya, Bund
alhamdulillah ya masih belum bisa baca tapi udah suka buku.
ini kelanjutannya https://www.bundadzakiyyah.com/2017/02/sudahkah-anak-kita-berliterasi-kritis.html